SEMARANG – Terjadinya
wabah atau pandemi Covid-19 yang menuntut terjadinya perubahan perilaku di
masyarakat, potensial menyebabkan gangguan psikologis yang serius dan mengancam
produktivitas masyarakat.
Seperti yang dikatakan Dekan Fakultas Psikologi Undip, Dian
Ratna Sawitri SPsi MSi PhD, bahwa potensi gangguan psikologis perlu
mendapat perhatian khusus. Terdapat perubahan perilaku yang disebut protective
behavior, preparedness behavior dan perverse
behavior. Ketiga perubahan perilaku tersebut masing-masing
memiliki implikasi yang bisa berujung pada gangguan psikologis.
Dengan angka kematian
akibat Covid-19 yang mencapai 1,5 juta lebih telah mendorong Badan Kesehatan
Dunia, WHO mengumumkan situasi darurat kesehatan masyarakat secara
internasional.
Konsekuensinya adalah
pembatasan sosial seperti kegiatan sekolah dan universitas berubah
menjadi study from home, dibatasinya aktivitas perkantoran
menjadikan munculnya work from home. Juga kebijakan penutupan
tempat hiburan dan pariwisata yang berpengaruh pada melonjaknya pengangguran
akibat pemutusan hubungan kerja.
Pada awalnya, masyarakat
dapat menerima pembatasan, bersabar dan berharap keadaan segera pulih. Akan tetapi,
ketika situasi wabah menjadi berkepanjangan, masyarakat mulai gelisah sehingga
memunculkan beragam gangguan psikologis yang bisa dikelompokkan dalam tiga
pola.
Kelompok pertama, protective
behavior, adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memenuhi aturan
kesehatan dalam rangka menghentikan penyebaran penyakit. Protective
behavior mencakup personal hygiene dan social
distancing. Personal hygiene diwujudkan berupa tindakan
seperti menggunakan masker, mencuci tangan, menghindari makan di luar rumah,
menyemprot desinfektan, memastikan kecukupan ventilasi udara di dalam ruangan.
Sedangkan social distancing dilakukan dengan menjaga jarak
untuk menghambat penyebaran virus, menghindari kerumunan dan menunda bepergian.
Pembatasan hubungan
sosial dan karantina, dapat menimbulkan berkurangnya aktivitas fisik, munculnya
perasaan sedih, terisolasi, bosan dan kesepian. Kondisi tersebut dapat
menimbulkan prevalensi depresi, konsumsi alkohol dan obat-obat terlarang,
adiksi atau kecanduan internet, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Dia mengungkapkan,
penyesuaian diri dalam pekerjaan seperti mempelajari hal baru dan menghadapi
perubahan yang cepat, sering terjadi, dan drastic bias menimbulkan implikasi
yang serius. Bentuknya bisa berupa menurunnya kepuasan kerja, bahkan
meningkatnya burnout yaitu kondisi kelelahan fisik, mental,
dan emosi yang dialami seseorang karena stress berlebihan dan berkepanjangan.
Kelompok kedua adalah preparedness
behavior, yaitu perilaku yang ditujukan untuk memastikan ketersediaan
sumber daya yang dibutuhkan individu untuk dapat melakukan respon yang tepat
dalam rangka menghambat dan menghentikan penyebaran virus. Misalnya mencari
informasi yang relevan tentang distribusi kasus, jumlah orang yang terinfeksi,
intervensi yang telah dilakukan pemerintah, membeli hand sanitizer,
masker, face shield, serta kebutuhan sehari-hari.
Mencari informasi seputar
pandemik seringkali membuka peluang munculnya kebingungan, ketidakpastian, dan
kegelisahan. Reaksi menjadi serius pada individu yang memiliki kepribadian
pencemas, apalagi yang telah memiliki gangguan psikologis terkait kecemasan
seperti takut terinfeksi virus, takut berkontak dengan objek yang diduga dapat
menularkan virus, takut terhadap orang asing. Akan muncul perilaku kompulsif
seperti cuci tangan yang berlebihan, selalu membersihkan benda-benda yang akan
disentuh, dan menyemprotkan disinfektan meski kondisi biasa.
Kemudian yang ketiga
disebut perverse behavior adalah perilaku yang berbeda dari
yang dianggap normal oleh masyarakat, seperti menghindari kunjungan ke rumah
sakit dan terobsesi membeli obat-obat anti virus sendiri. Kajian literatur yang
dilakukan Usher dkk (2020) memberi gambaran, meskipun ketiga perubahan perilaku
tersebut merupakan respon yang berkontribusi dalam menghambat penyebaran virus
corona, ketiganya berkorelasi positif dengan meningkatnya kecemasan,
meningginya kekhawatiran, dan semakin intensnya stres yang dialami individu.
Dekan Fakultas Psikologi Undip ini
menyarankan agar ada penanganan khusus terhadap perubahan perilaku dan kondisi
sosial akibat pandemi Covid-19. Perlu dilakukan mitigasi pengaruh pandemic
terhadap kesehatan mental masyarakat.
Sumber : https://www.undip.ac.id/post/17201/psikolog-undip-ingatkan-potensi-gangguan-psikologis-di-masa-pandemi-covid-19.html